Pages

Minggu, 27 Oktober 2013






BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar belakang
Bangsa Arab merupakan komunitas dari berbagai suku yang merata tersebar di sepanjang jazirah arabia. Setiap suku mempunyai format dialek yang berbeda dengan suku-suku lainya. Perbedaan dialek itu tentunya disebabkan letak geografis dari masing-masing daerah suku. Namun, disamping setiap suku memiliki dialek yang berbeda-beda akan tetapi setiap suku menjadikan bahasa Quraisy sebagai bahasa nasional (bahasa bersama) yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari antar suku, berniaga, mengunjungi Ka’bah, dan bentuk-bentuk interaksi lainya. Dari pemahaman di atas yang secara singkat, sebenarnya kita dapat mengetahui kenapa Al-Qur’an diturunkan menggunakan bahasa Quraisy.
  Di sisi lain perbedaan-perbedaan dialek itu akhirnya membawa konsekuensi lahirnya bernacam-macam bacaan (qira’ah) dalam melafalkan Al-Qur’an. Dengan melihat berbagai dialek yang muncul, sebenarnya bersifat alamiah, maksud dari alamiah disini yaitu dialek yang beragam tersebut tidak dapat dipungkiri/dihindari lagi. Oleh karena itu, Rosululloh SAW, sendiri membenarkan pelafalan Al-Qur’an dengan berbagai macam qira’at. Sabdanya “Al-Qur’an itu diturunkan menggunakan tujuh huruf (unzila hadza Al-Qur’an ala sab’ah ahruf)”. Oleh karena itu, disini penulis berusaha menjelaskan tentang pengertian Rasm Al-Qur’an serta berbagai macam Qira’ah diantaranya Qiro’ah sab’ah serta pengaruh dari berbagai perbedaan qira’ah. [1]

B.  Rumusan masalah
1.    Apa pengertian Rasm Al-Qur’an ?
2.    Jelaskan berbagai ragam Qira’at Al-Qur’an ?
3.    Jelaskan pengaruh perbedaan Qira’at Al-Qur’an?

C.  Tujuan
1.    Untuk mengetahui berbagai pengertian tentang Rasm Al-Qur’an
2.    Untuk mengetahui berbagai macam ragam Qira’at Al-Qur’an
3.    Untuk mengetahui Pengaruh perbedaan Qira’at Al-Qur’an


BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Pengertian Rasm Al-Qur’an
Yang dimaksud dengan Rasm Al-Qur’an atau Rasm Usmani atau Rasm usman adalah tatacara menuliskan Al-Qur’an yang ditetapkan pada masa kholifah Utsman bin Affan.
Ulama’ tafsir lebih cenderung menamainya dengan istilah Rasm Al-Mushaf, dan ada pula yang menyebutnya dengan Rasm Utsmani. Penyebutan demikian dipandang wajar karena kholifah Utsman bin Affanlah yang merestui dan mewujudkanya dalam kenyataan, Rasm Al-Mushaf adalah ketentuan atau pola yang digunakan kholifah Utsman bin Affan beserta sahabat lainya dalam hal penulisan. Al-Qur’an  berkaitan dengan mushaf-mushaf yang dikirim ke berbagai daerah dan kota serta mushaf al iman yang berada di tangan Utsman bin Affan sendiri.

II.2. Ragam Qira’at Al-Qur’an
Pengertian Qira’at yaitu berdasarkan pengertian etimologi (bahasa), “qira’at” merupakan kata jadian (jama’) dari kata kerja “qara’a” (membaca). Sedangkan menurut istilah banyak para ulama’ mengartikan dengan versi yang berbeda-beda diantaranya menurut Az-Zarkasyi Qira’at adalah perbedaan (cara pengucapan) lafazdz-lafadz Alloh, baik menyangkut huruf-hurufnya atau cara mngucap huruf-huruf tersebut, seperti takhfif (meringankan), tatsqil (memberatkan), dan atau yang lainya.[2]
Kemudian dari segi ragam Qira’at terbagi atas dua sudut pandang, yaitu dari segi Kuantitas dan segi Kualitas. 
2.1 Dari segi kuantitas
a.       Qira’ah Sab’ah ( Qira’ah tujuh )
Kata sab’ah itu sendiri mengandung maksud yaitu imam-imam Qira’at ada tujuh orang diantaranya yaitu :
1.    Abdullah bin Katsir Ad-Dari (w.120.H) dari Mekah. Ad-Dari termasuk generasi Tabi’in.
2.    Nafi’ bin Abdurrahman bin Abu Naim (w.169.H) dari Madinah. Tokoh ini belajar Qira’at kepada 70 orang tabi’in.
3.    Abdullah Al-Yashshibi, terkenal dengan sebutan Abu Amir Ad-Dimasyqi (w.118.H) dari syam.
4.    Abu Amar (w.154.H) dari Bashrah, Irak.
5.    Ya’qub (w.205.H) dari Bashrah, Irak.
6.    Hamzah (w.188.H)
7.    Ibn Abi An-Najud Al-Asadi atau sering dikenal Ashim (w.127.H)

b.      Qira’at Asyarah (Qira’at Sepuluh). Yang dimaksud Qira’at sepuluh adalah Qira’at tujuh yang telah disebutkan diatas ditambah lagi dengan tiga Qira’at berikut :
1.    Abu Ja’far, nama lengkap dari beliau adalah Yazid bin Al-Qa’qa Al-Mukhazumi Al-Madani.
2.    Ya’qub (117-205 H) nama lengkapnya adalah Ya’qub bin Isqa’ bin Yazid bin Abdullah bin Abu Isqa’ Al-Hadrami Al-Bashri.
3.    Khallaf bin Hisyam (w.229.H) nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Khallaf bin Hisyam bin Tsa’lab Al-Bazzaz Al-Baghdadi.

c.       Qira’at Arba’at Asyrah  ( Qira’at empat belas ). Yang dimaksud Qira’at empat belas adalah Qira’at sepuluh yang disebutkan di atas ditambah dengan empat qira’at sebagai berikut :
1.    Al-Hasan Al-Bashri (w.110 H). Salah seorang tabi’in besar terkenal dengan kezahidanya.
2.    Muhammad bin Abdurrahman yang dikenal dengan Ibn Mahishan (w.123 H)
3.    Yahya bin Mubarok Al-Yazidi An – Nahwi Al-Nahwi Al-Baghdadi (w.202 H).
4.    Abu Al Farj Muhammad bin Ahmad Asy-Syanbudz (w.388 H).

2.2. Dari Segi Kualitas
Berdasarkan penelitian Al-Jazari, berdasarkan kualitas, Qira’at dapat dikelompokkan dalam lima bagian :
1.      Qira’at Mutawatir, yakni yang disampaikan sekolompok orang mulai dari akhir sanad, yang tidak mungkin bersepakat untuk berbuat dusta.
2.      Qira’ah masyhur, yakni yang dimiliki sanad sohih, tetapi tidak sampai pada kualitas mutawatir.
3.      Qira’ah Ahad, yakniki memiliki sanad shohih, tetapi menyalahi tulisan mushaf Utsmani dan kaidah bahasa arab, tidak memiliki kemashuran, dan tidak dibaca sebagaimana ketentuan yang telah ditetapkan Al-Jazari.
4.      Qira’ah Syadz (menyimpang) yakni yang sanadnya tidak shohih.
5.      Qira’ah Maudhu’ (Palsu) seperti Al-Khazani.
6.      Qira’at yang menyerupai hadist mudraj (sisipan), yakni adanya sisipan pada bacaan dengan tujuan penafsiran.

II.3. Pengaruh perbedaan Qira’at Al-Qur’an
Pengaruh perbedaan-perbedaan qira’at terkadang berpengaruh pula dalam penetapan hukum. Contoh berikut dapat memperlihatkan pengaruh itu.
a.       Surat Al-Baqoroh (2) : 222:
štRqè=t«ó¡ourÇ`tãÇÙŠÅsyJø9$#(ö@è%uqèd]Œr&(#qä9ÍtIôã$$sùuä!$|¡ÏiY9$#ÎûÇÙŠÅsyJø9$#(Ÿwur£`èdqç/tø)s?4Ó®LymtbößgôÜtƒ(#sŒÎ*sùtbö£gsÜs? Æèdqè?ù'sùô`ÏBß]øymãNä.ttBr&ª!$#4¨bÎ)©!$#=ÏtätûüÎ/º§q­G9$#=Ïtäuršúï̍ÎdgsÜtFßJø9$#ÇËËËÈ
222. mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.

Berkaitan dengan ayat di atas diantara qira’at imam tujuh, yaitu Abu Bakar Syu’bah, hamzah, dan Al-Kisa’i membaca kata “tbößgôÜtƒdengan memberi Syiddah pada huruf Tha’ dan ha’, maka bunyinya menjadi “Yuththahhirna” . berdasarkan perbedaan Qira’at ini, para ulama’ fiqih berbeda pendapat sesuai dengan banyaknya perbedaan Qira’at.Ulama’ yang membaca “tbößgôÜtƒberpendapat bahwa seorang suami tidak diperkenankan berhubungan dengan seorang istrinya yang sedang haid, kecuali telah suci atau berhenti dari keluarnya darah haid. Sementara yang membaca “Yuththahhirna” menafsirkan bahwa seorang suami tidak boleh melakukan hubungan seksual dengan istrinya kecuali telah bersih.








BAB III
Kesimpulan

Yang dimaksud dengan Rasm Al-Qur’an atau Rasm Usmani atau Rasm usman adalah tatacara menuliskan Al-Qur’an yang ditetapkan pada masa kholifah Utsman bin Affan.

Pengertian Qira’at yaitu berdasarkan pengertian etimologi (bahasa), “qira’at” merupakan kata jadian (jama’) dari kata kerja “qara’a” (membaca).KemudiandilihatdarisudutpandangQira’atdapatdilihatdariKualitasdansegiKuantitas.Dari segikuantitasterbagiatasQira’atSab’ah, Qira’atAsyarahdanQira’atarba’atasyaroh.Berdasarkan penelitian Al-Jazari, berdasarkan kualitas, Qira’at dapat dikelompokkan dalam lima bagian :Qira’at Mutawatir,Qira’ah masyhur, Qira’ah Ahad,Qira’ah Syadz, Qira’ah Maudhu.

Pengaruh perbedaan-perbedaan qira’at terkadang berpengaruh pula dalam penetapan hukum yang berlaku.































DaftarPustaka

Anwar, Rosihon.Ulumul Qur’an. PustakaSetia :Bandung, 2000.
Anwar, Rosihon. Ulum Al-Qur’an.PustakaSetia : Bandung, 2008.


















































[1]  Rosihan anwar, Ulum Al-Qur’an, Hal 139
[2]Ibid, hal 140

Tidak ada komentar:

Posting Komentar